Menara suar bukan gading

 Dalam 3 hari ini kita cuma pergi ke satu area yang sama namun dengan sudut pandang yang berbeda.  

Kalau dipikir-pikir perjalanan singkat mengejar matahari terbenam ini punya banyak pelajaran hidup. Kita ambil satu titik sebagai objek tujuan,  dalam hal ini ya menara suar ini.  

Hari pertama Cukup memandang dari seberang,  dengan menebak-nebak bagaimana situasi di atas sana. Melihat dari kejauhan bagaimana segala sesuatu bekerja di puncak sana.  Memang ada yang namanya google untuk cari tau,  tapi segala hal lebih nyata jika tangan langsung menyentuh. 

Hari kedua diri maju lebih dekat,  tepat dibawah kaki menara suar.  Mendongak ke atas. Tetap dalam posisi mengira-ngira ada apa disana.

Hari ketiga diri akhirnya melangkah naik keatas.  Yahhh lumayan ngos-ngosan,  karna otot sudah lama tidak dipakai naik tangga sebanyak ini.  Balkon pertama ada di tengah menara,  dan wow... Biru laut bersanding dengan bangunan-bangunan kota kupang bikin segala hal jadi makin sexi.  Ditambah sempilan-sempilan pohon diantaranya, jelassss seperti melihat campuran salad sayur berbagai warna dalam satu mangkok cantik. 

Berputar mengambil gambar dari segala sudut,  si bocah terus memuji bagaimana hebatnya Tuhan bikin mata kita sebagai lensa terbaik di dunia.  Mendongak lagi keatas,  ah masih ada satu tempat pijak lagi disana.  Ditempat dimana lampu menara berputar menyala.  

Mulai naik lagi,  makin keatas posisi anak tangga semakin vertikal.  Dan akhirnya menjadi vertikal saat menaiki tangga terakhir di balkon teratas. 

Kalau mau dibilang,  view yang sama sudah di dapat di balkon pertama. Tapi yang bikin jadi berbeda adalah lebih dekat dengan sumber cahaya yang selama ini jadi pandu para kapal-kapal.  

Kali ini tidak lagi berkeliling dan banyak foto. Hanya berdiri dan menikmati bagaimana matahari dengan anggunnya perlahan tenggelam dan menyisakan memori gradasi  di langit.

Manusiawi jika orang selalu penasaran tentang apa saja yang ada diatas sana.  Tidak ada yang salah dengan berjuang untuk sampai ke paling puncak dan melihat lebih jelas banyak hal dari atas.  Walaaauuu segalanya jadi semakin kecil dibawah sana. 

Pelajaran hidup kali ini adalah tentang menikmati proses dalam hidup. Kita bisa bercerita bagimana lelahnya otot karna lama tidak terlatih,. Kita bisa berbagi bagaimana senangnya rasa ini ketika ada diatas sana. Dan bagaimana lebih mudahnya saat kembali turun kebawah tanpa menggunakan banyak tenaga. 

Dan si bocah punya tambahan cerita hidup sehari lagi. 


Mungkin banyak yang bilang, "kenapa tidak naik saja ke atas dihari pertama?"

Alasannya simpel,  Kami tidak tau kalau ternyata boleh naik kesana sampai terlihat beberapa pemuda sedang ada disana.  

Typikal manusia,  harus ada pembuktian baru diri percaya.  Hehe... Walaupun dari dahulu sudah sering terbersit, apakah bisa masuk kesana?tapi butuh waktu untuk menciptakan waktu. 

 

Bagaimana dengan hari kedua? 

Saat sudah ada tepat dibawahnya,  sang juru kunci tidak ada di tempat.  Saat akan pulang baru kami bertemu dan bertanya kalau saja boleh kami naik keatas. Dan di iyakan. 


Semuanya jadi pada hari ketiga. 

Jika beberapa orang berkomentar,  "ah cuma naik menara suar saja kok!"

Yahhhh,  itu cara liat masing-masing orang tentang hari baru yang Tuhan kasih kan beda-beda.  Yang jelas, saya sangat senang menganalogikan segala hal sederhana dan menjelaskan pada si bocah agar dia bisa belajar bersyukur dari hal palingggg sederhana yang terjadi setiap hari. 

Well, saya yakin tidak semua orang akan punya waktu membaca tulisan pengalaman oranglain,  sayapun sering begitu.  Tapi saya terus memaksa diri untuk harus mau membaca ketika orang menulis bagaimana mereka melewati hari. 

Yahhh, buat yang memilih repot membaca sampai selesai, tulislah tentang harimu.  Pasti banyak berkat yang bisa saya bawa dalam ingatan. 

God bless




Comments

Popular posts from this blog

Beberapa sendok susu dengan sedikit kopi..

YES, IAM A LUCKY BASTARD!!

Jejaka-jejaka bercelana gantung yang Tuhan kirim