Posts

Showing posts from 2019

BUAH JATUH TIDAK JAUH DARI POHON

Image
Saya bukan tukang gambar yang punya gaya gambar realis, tapi ingatan tentang Ama Jacob dan Nona Rika sangat real di kepala saya. Mereka opa oma saya.  Ama Jacob adalah lelaki tampan berkulit terang yang suka sekali berjalan dengan kedua tangan di belakang, dan berjuta ide di kepala yang siap di eksekusi.  Sedangkan nona Rika, ah si perempuan hebat ini..bisa di bayangkan bagaimana sibuknya seorang ibu yang juga pegawai negri dan punya 9 orang anak. fiuhh!! Tidak heran jika oma akhirnya minta pensiun dini, mungkin ya biar lebih fokus mengurus segala sesuatu di rumah. 

P.A.P.A

Image
"jadi orangtua itu terus berpikir tentang anaknya. Bagaimana saat anak itu lahir, bagaiman dia bertumbuh, bagaimana dia belajar, dimana dia kerja, siapa pendamping hidupnya, bagaimana dia diperlakukan saat menikah, apakah dia sehat, apakah dia bahagia...Orangtua hanya akan berhenti berpikir tentang anaknya apabila orangtua meninggal" Kalimat papa itu saya dengar kira-kira saat SMA atau sedang ku liah. Entahlah di kesempatan apa. Tapi itulah yang saya ingat selalu. Buat saya, papa saya itu adalah

TITIK AWAL UNTUK TERAKHIR

Image
"Erotisme cuma icip-icip yang cepat habis dan mudah dilupakan. Jangan diambil hati. Walau perempuan selalu pakai hati. Hati ini bukan buat kamu. "

BIRU LANGIT BUKAN MERAH

Image
kritikus berkeliaran bak ninja..  sudahlah, selama ikat pinggang masih ada sisa lubang, sio Tete manis masih tolong.  kalau organ selalu jadi masalah, coba dulu berdamai dengan ketiak.   tidak perlu dacing soal kerja.   yang tidak sejalan di anggap bintang laut, entah uniknya atau tak punya otaknya... terlalu banyak bekas luka bikin manusia lupa dimana pernah terluka.. stop sebentar...  masih daging yang wara wiri.. percuma menghafal doa, kalau perkara kentut selalu bikin otak kanan dan kiri tukar tempat.. lari saja kalau memang ingin berlari.. ingat saja cuma ada satu leher.. berhenti membuat utama kalau pundak selalu terkekang... titik.

SENDA SENDU

Image
Mungkinkah seperti apa yang sering aku dambakan..  atau itu semua cuma permainan di atas segala yang bermain.. layaknya berdiri terhimpit sesuatu yang sudah terlalu tua untuk merasa bebas..  kalau saja angin punya warna, rambut akan ikut senada.. duduk tak lagi seirama ketika dada berdentum melihat luka.. melihat mata dengan belakang kepala.. rindu berlari terlalu pelan bahkan berhenti.. mereka-reka di kala ujung malam... sunyi tidak pernah semerdu ini... menguap tak berarti lelah...  tidur saja.... biar saja jadi penggalan asa yang seharusnya tidak pernah mulai berjalan...

AKU, TERAKU, MENGAKU

Image
Mengaku-ngaku agar diaku...   Lama-lama jadi Gila mencari akuan...membatasi khayal sebatas pinggang,.... ah sayang sekali kepala terlampau sibuk mengingat ibu jari...  Sungguh malang memang....  Mencari senyum yang disimpan di kantung sendiri...  terlalu sibuk menunjuk tengkorak sampai lupa jari mulai terkupas.....  mungkin kalau alis dan dahi tyda terlalu dekat, bisa saja bahak lebih mudah tersirat.. Selamat terus tertawa palsu dalam agenda buram yang tidak pernah jelas....

MIMPI Si TUKANG BATU

Malam ini radio cerita rakyat oleh opa Adolf kembali mengudara. Cerita-cerita yang tetap berulang tapi tetap menarik di dengarkan. Karena perbedaan usia membuat kepala punya analisa berbeda dalam cerita-cerita tersebut. Mulai dari kisah ibu tiri dan anak durhaka yang suka bikin Adolf haru biru. Yang terakhir ya tentang mimpi si tukang batu. Ini keren sekali menurut saya. Tapi semua tergantung cara pandang. Selamat membaca. MIMPI SI TUKANG BATU Alkisah seorang tukang batu yang kelelahan saat sedang menghancurkan batu, si tukang batu pun tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya si tukang batu melihat matahari yang sangat terik membuat orang-orang kepanasan. Sang tukang batu berpikir, "wah ternyata matahari lah yang terkuat. aku mau menjadi matahari." maka berubahlah si tukang batu menjadi matahari. Saat menjadi matahari, si tukang batu menaikkan panasnya sehingga orang-orang menjadi sangat panas. Tiba-tiba datanglah awan menutupi matahari, sang tukang batu berpikir "

Menimbang nilai isi kepala

"Pendeta bisa masuk neraka, karena kalau pendeta  kasih roti  ke orang banyak, dia ambil setengahnya dan sisanya buat bagi2. Tapi penjahat yang tukang bunuh orang bisa masuk surga karena kalau kasih roti dia bagi sama rata buat semuanya termasuk dia..." Ini kalimat hasil bincang ringan dengan salah satu kami punya bapa-bapa di kampung. Kalimat yang lumayan bikin saya bertanya-tanya. Yah ternyata semua itu tentang nilai yang mereka rangkum selama ini. Perihal sebuah situasi yang mungkin menurut penilaian mereka tidak seharusnya begitu. Kami menangkap ada kekecewaan-kekecewaan kecil seperti embun yang terkumpul dan akhirnya mengeras. Dan menghasilkan letupan-letupan yang sebenarnya tidak perlu. Ada banyak rasa sedih disitu.. sedih tidak di anggap dan di hampiri.. sedih tidak di pedulikan.. Mungkin karena hati terlanjur berharap namun ternyata jauh dari harapan. Apalagi sudah pernah ada yang memberi dan menurut mereka terbaik. Susah memang jika terlanjur ada perbandinga

Dirasa, merasa, perasa

Sebuah cerita selalu berawal dari perkenalan. Bagaimana semua itu berlanjut, tergantung dari cocok tidaknya sebuah percakapan. Banyak kali manusia terjebak dalam sketsa penyangkalan hanya karena menolak berjalan  sendiri.  Namun tidak sedikit manusia lebih memilih berjalan sendirian daripada terasing dalam bincang yang terbanyak tiada terkait. Ada sebuah kalimat menarik, "banyak orang berakhir sendirian karena tidak berani menegur duluan".. menarik untuk di pikirkan.  Karena pada dasarnya tidak ada yang mau sendirian. Orang yang katanya tak waras saja bahkan punya teman khayalan yang selalu di ajak bicara. Dalam sebuah cerita hidup tentang bicara, seringkali kita memilih diam karena merasa kata-kata tidak lagi mampu menjelaskan. Diam yang terpelihara terlahir dari ego yang sudah ada dari manusia tercipta. Ego banyak memantahkan sebuah romantisme yang seharusnya terus di bangun. Kenapa harus begitu? bukankah semua rasa bisa kita cipta? Kenapa harus menunggu ingin kalau ha